Kamis, 28 Juli 2016

Inilah Tugas Menperin Baru

Presiden Joko Widodo menunjuk Politisi Partai Golkar Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian (Menperin) menggantikan politisi Hanura Saleh Husin. Salah satu tugas berat Menperin baru adalah membenahi struktur industri termasuk merealisasikan roadmap industri nasional.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Airlangga dipercaya Jokowi karena memiliki pengalaman panjang di bidang industri. Hal tersebut bisa dilihat dari pengalaman Airlangga di Komisi VI DPR yang membidangi perindustrian. “Beliau pengalaman sebagai anggota DPR panjang sebagai komisi industri,” kata Pramono.

Pramono menambahkan, Airlangga mempunyai tugas khusus dari Presiden untuk membangun roadmap industri di Indonesia ke depan.

Presiden meyakini dengan pengalaman dan kemampuannya, Airlangga bisa menjalankan tugas tersebut. “Beliau inisiator UU bidang industri. Kami yakin bisa dilakukan dengan baik,” kata dia.

Sementara itu, Ekonom Lana Soelistianingsih mengatakan pergantian satu menteri dan dua pimpinan lembaga sudah sangat tepat dilakukan Presiden Joko Widodo. Dia menyoroti pergantian Menperin, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Kepala Bappenas.

Mengenai posisi Menperin, sosoknya yang datang dari kalangan pengusaha Airlangga Hartarto cukup pas karena dianggap memiliki pemahaman terhadap industri. Pemahaman ini bisa digunakan untuk menghasilkan bahan baku dan memperbaiki permasalahan struktural karena maraknya kebutuhan impor untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.

Impor bahan baku masih mencapai 60 persen, untuk obat saja 90 persen, ini patut diwaspadai jika ekonomi tumbuh tinggi karena kita pernah alami defisit 4,4 persen di saat pertumbuhan ekonomi capai 6,2 persen saat 2013,” jelas Lana.

Rata-rata 64%
Sekitar 64% dari total bahan baku, bahan penolong, serta barang modal dari industri nasional masih bergantung pada impor untuk mendukung proses produksi, menurut data Kementerian Perindustrian. Karena itu, mayoritas industri rentan terhadap fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian yang diperoleh Duniaindustri.com, rata-rata impor bahan baku, bahan penolong, serta barang modal itu berasal dari sembilan sektor industri yakni perrnesinan dan logam, otomotif, elektronik, kimia dasar, makanan dan minuman, pakan ternak, tekstil dan produk tekstil (TPT), barang kimia lain, serta pulp dan kertas.

Sekitar 64% industri itu mendominasi nilai produksi industri nasional sebesar 80% serta menyumbang 65% penyerapan tenaga kerja. Hal itu menunjukkan peran strategis dari sembilan sektor industri tersebut.

Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, neraca perdagangan enam dari sembilan industri itu ternyata defisit karena impor lebih besar dibandingkan ekspor. Total impor bahan baku dan bahan penolong dari 64% industri nasional itu mencapai sekitar 67,9%, impor barang modalnya mencapai 24,6%, dan impor barang konsumsinya 7,5%.

Menyadari hal itu, pemerintah ingin segera mengatasi masalah tersebut karena menjadi prioritas Kementerian Perindustrian. Salah satu caranya mempercepat program hilirisasi agar ketergantungan bahan baku impor semakin kecil.

Selama ini, banyak sumber daya alam Indonesia baik di bidang agro maupun mineral diekspor dalam keadaan mentah, kemudian diolah di negara lain menjadi barang semi jadi, dan diimpor ke Indonesia sebagai bahan baku atau bahan penolong. Karena itu, pemerintah mengamanatkan bahan mentah wajib diolah di dalam negeri agar industri hilirnya tumbuh dengan struktur yang kuat.(*)

Sumber: di sini
* Cari data industri dan riset pasar, klik di sini
** Butuh copywriter profesional, klik di sini
*** Butuh konsultan public relation, klik di sini

Rabu, 13 Juli 2016

Dana Tax Amnesty Rp 2.000 Triliun Bisa Pulihkan Sektor Riil

Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin‎ berharap, dana yang masuk ke Indonesia dari penerapan pengampunan pajak (tax amnesty) diarahkan ke investasi sektor riil terutama sektor industri manufaktur sehingga menggerakkan industri pengolahan (manufaktur). Pemerintah menargetkan dana yang masuk dari tax amnesty mencapai Rp2.000 triliun, dengan target penerimaan negara mencapai Rp160 triliun.

Duniaindustri.com menilai target Kemenperin untuk menyalurkan dana tax amnesty ke sektor riil terutama industri manufaktur cukup positif, meski masih menghadapi kendala daya saing secara global. Idealnya, dana jumbo dari tax amnesty bisa mengalir ke industri manufaktur yang terbukti memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian.

Selain itu, dana segar tersebut juga dapat memberikan stimulus modal baru untuk memulihkan kondisi industri manufaktur pasca dihantam perlambatan permintaan domestik, kejatuhan harga komoditas dunia, serta fluktuasi kurs. Perlu diingat, industri manufaktur terhempas cukup parah dengan kondisi layoff di sejumlah subsektor seperti garmen, tekstil, farmasi, elektronik, dan lainnya.

Di sisi lain, secara teori, aliran modal dari dana tax amnesty akan mencari target investasi dengan potensi keuntungan yang memadai dan jangka waktu yang tidak terlalu lama. Di sinilah perlunya peran pemerintah, untuk mengintermediasi antara sasaran dana tax amnesty yang cenderung bersifat jangka menengah disesuaikan dengan investasi manufaktur yang tergolong jangka panjang. Perbaikan daya saing industri manufaktur juga dibutuhkan agar industri ini tampil seksi dan menawarkan potensi keuntungan yang tinggi serta nilai tambah.

Menurut Menperin, dana dari tax amnesty tersebut seharusnya tidak hanya diarahkan untuk pengembangan industri keuangan. Pasalnya, industri manufaktur saat ini juga menjadi prioritas pemerintah untuk dikembangkan.

"‎Harapan kami akan disalurkan juga untuk pengembangan industri manufaktur. Jadi, tidak hanya untuk hal-hal yang misalnya industri keuangan, tapi juga masuk ke industri manufaktur," katanya usai Halal Bihalal di kantornya.

Terlebih lagi, industri manufaktur selain dapat meningkatkan nilai tambah juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan dalam jumlah besar serta memberikan devisa ekspor yang signifikan. Dengan demikian, dana dari tax amnesty bisa diputar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), setidaknya terdapat 10 industri prioritas yang akan dikembangkan hingga 2019. Menurut Saleh, dana yang masuk dari pengampunan pajak tersebut bisa diarahkan ke industri-industri prioritas tersebut.

"‎Misalnya, industri makanan minuman atau industri yang hulu dalam hal ini industri baja, industri farmasi, petrokimia, atau juga industri lainnya. Ini yang memang harus kita kembangkan, termasuk juga industri sawit (crude palm oil/CPO) dengan turunannya yang terus kita kembangkan dan industri pulp and paper," imbuh dia.

Saleh menyebutkan, pada 2015 sumbangan devisa yang dihasilkan dari produksi CPO dan turunannya mencapai US$ 19 miliar dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 6 juta orang. Jika dana tax amnesty tersebut masuk ke industri tersebut, maka sumbangan devisa serta penyerapan tenaga kerja akan jauh lebih besar.

"‎Pulp and paper itu kan cukup besar juga sekitar US$ 5,7 miliar devisa yang dihasilkan dengan tenaga kerja 2,1 juta. Termasuk industri lainnya, misalnya tekstil dan produk tekstil (TPT) yang menyerap tenaga kerja cukup besar. Jadi, dana (tax amnesty) tersebut harapan kita ada yang msuk ke pengembangan industri manufaktur yang akan meningkatkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja cukup besar," pungkasnya.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), industri manufaktur tumbuh sebesar 5,04% sepanjang 2015, lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi sebesar 4,79%. Pertumbuhan cabang industri manufaktur tahun 2015 yang tertinggi dicapai oleh industri barang logam; komputer, barang elektronik, optik; dan peralatan listrik sebesar 7,83 persen, disusul oleh industri makanan dan minuman
sebesar 7,54 persen dan Industri mesin dan perlengkapan sebesar 7,49 persen.

Kontribusi sektor industri pengolahan non migas (manufaktur) pada tahun 2015 sebesar 18,18 persen dengan nilai Rp. 2.098,117 Triliun. Ekspor produk industri tahun 2015 sebesar US$ 106,63 miliar dan memberikan kontribusi sebesar 70,97 persen dari total ekspor nasional yang sebesar US$ 150,25 miliar. Sedangkan untuk impor produk industri tahun 2015 sebesar US$ 108,95. Neraca ekspor-impor Hasil Industri Non Migas tahun 2015 adalah US$ -2,31 Miliar (neraca defisit).

Nilai investasi PMDN sektor industri tahun 2015 sebesar Rp 89,04 Triliun atau tumbuh sebesar 50,84 persen dibanding tahun 2014 sebesar Rp 41,84 Triliun. Nilai investasi PMA sektor industri Tahun 2015 mencapai US$ 11,76 Miliar atau menurun sebesar 9,65 persen dibandingkan Tahun 2014 sebesar US$ 13,01 Miliar.(*)

Sumber: di sini
* Cari data industri atau riset persaingan pasar, klik di sini

Minggu, 10 Juli 2016

Indonesia New Private Equity Fund

Divestama is a private fund (private investment schemes to private / P-to-P) which is based on the (underlying) the real sector in Indonesia that provides the fastest and highest profits.

Divestama not bulging investment, speculation, multilevel marketing (MLM), and not a means of raising funds en masse. Private fund was created and designed exclusively, limited, specifically, to a certain period to drive the industry chain that provides the fastest and highest profits.

We realize, in cooperation in investment, of course investors are undermined trust, security, and sustainability. Therefore, Divestama supported by efficient and effective management, asset base liquid, and rapid turnaround to avoid missmanagement.

Divestama will maintain the ratio of capital base to fund investors 4: 1, making it easier to maintain cash flow in the future. Divestama is a pioneer unification of real sector in Indonesia with direct investment scheme.

To build trust, Divestama also supported a number of assets in the real sector, which is worth in excess of funds raised from retail investors (ratio 20: 1). Divestama will emphasize on higher asset productivity and fast turnaround to provide the highest returns for investors.

For comparison, the average profit (profit sharing) of Divestama approximately 10% in 45 days. In the investment period, the fund investors will be played in the real sector to generate high profits and quick. After the completion of the investment period (45 days), investors' funds will be returned with a revenue share of 10%.

Why joint with Divestama?

1. Speed
We provide benefits (profit sharing) and payback of the fastest start. With the proliferation of digital trends as well as the Internet, speed is an initial foundation for a new system. For that investment system Divestama present to answer the challenge. So, we like super fast speed.

2. The business Andal / Mastering Industry
Divestama has been integrated with a complete industry chain, so that the flow of capital distribution can be transparent and satisfactory outcome.

3. Minimal Risk
Risks in every effort is certainly there. How to minimize strategy, it is our responsibility. With a ratio of cumulative funds authorized capital vs 4: 1, Divestama strive to maintain a solid cash flow to support profitability.

4. For High Yield
We come to the fourth stage, when the fruit was ripe and ready to be enjoyed. Briefly, Divestama want to provide benefits (profit sharing) 10% within 45 days and your capital back. What are you waiting for.(*)



For more info click here
Others portfolio click here
Buy Indonesian Product click here