Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin berharap, dana yang masuk ke Indonesia dari penerapan pengampunan pajak (tax amnesty) diarahkan ke investasi sektor riil terutama sektor industri manufaktur
sehingga menggerakkan industri pengolahan (manufaktur). Pemerintah
menargetkan dana yang masuk dari tax amnesty mencapai Rp2.000 triliun,
dengan target penerimaan negara mencapai Rp160 triliun.
Duniaindustri.com menilai target Kemenperin untuk menyalurkan dana tax
amnesty ke sektor riil terutama industri manufaktur cukup positif, meski
masih menghadapi kendala daya saing secara global. Idealnya, dana jumbo
dari tax amnesty bisa mengalir ke industri manufaktur yang terbukti
memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian.
Selain
itu, dana segar tersebut juga dapat memberikan stimulus modal baru untuk
memulihkan kondisi industri manufaktur pasca dihantam perlambatan
permintaan domestik, kejatuhan harga komoditas dunia, serta fluktuasi
kurs. Perlu diingat, industri manufaktur terhempas cukup parah dengan
kondisi layoff di sejumlah subsektor seperti garmen, tekstil, farmasi,
elektronik, dan lainnya.
Di sisi lain, secara teori, aliran modal
dari dana tax amnesty akan mencari target investasi dengan potensi
keuntungan yang memadai dan jangka waktu yang tidak terlalu lama. Di
sinilah perlunya peran pemerintah, untuk mengintermediasi antara sasaran
dana tax amnesty yang cenderung bersifat jangka menengah disesuaikan
dengan investasi manufaktur yang tergolong jangka panjang. Perbaikan
daya saing industri manufaktur juga dibutuhkan agar industri ini tampil
seksi dan menawarkan potensi keuntungan yang tinggi serta nilai tambah.
Menurut Menperin, dana dari tax amnesty tersebut seharusnya tidak hanya diarahkan untuk pengembangan industri keuangan. Pasalnya, industri manufaktur saat ini juga menjadi prioritas pemerintah untuk dikembangkan.
"Harapan
kami akan disalurkan juga untuk pengembangan industri manufaktur. Jadi,
tidak hanya untuk hal-hal yang misalnya industri keuangan, tapi juga
masuk ke industri manufaktur," katanya usai Halal Bihalal di kantornya.
Terlebih
lagi, industri manufaktur selain dapat meningkatkan nilai tambah juga
dapat menciptakan lapangan pekerjaan dalam jumlah besar serta memberikan
devisa ekspor yang signifikan. Dengan demikian, dana dari tax amnesty
bisa diputar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), setidaknya terdapat 10 industri prioritas yang
akan dikembangkan hingga 2019. Menurut Saleh, dana yang masuk dari
pengampunan pajak tersebut bisa diarahkan ke industri-industri prioritas
tersebut.
"Misalnya, industri makanan minuman atau industri
yang hulu dalam hal ini industri baja, industri farmasi, petrokimia,
atau juga industri lainnya. Ini yang memang harus kita kembangkan,
termasuk juga industri sawit (crude palm oil/CPO) dengan turunannya yang
terus kita kembangkan dan industri pulp and paper," imbuh dia.
Saleh
menyebutkan, pada 2015 sumbangan devisa yang dihasilkan dari produksi
CPO dan turunannya mencapai US$ 19 miliar dengan penyerapan tenaga kerja
mencapai 6 juta orang. Jika dana tax amnesty tersebut masuk ke industri
tersebut, maka sumbangan devisa serta penyerapan tenaga kerja akan jauh lebih besar.
"Pulp
and paper itu kan cukup besar juga sekitar US$ 5,7 miliar devisa yang
dihasilkan dengan tenaga kerja 2,1 juta. Termasuk industri lainnya,
misalnya tekstil dan produk tekstil (TPT) yang menyerap tenaga kerja
cukup besar. Jadi, dana (tax amnesty) tersebut harapan kita ada yang
msuk ke pengembangan industri manufaktur yang akan meningkatkan nilai
tambah dan menciptakan lapangan kerja cukup besar," pungkasnya.
Berdasarkan data
Kementerian Perindustrian (Kemenperin), industri manufaktur tumbuh
sebesar 5,04% sepanjang 2015, lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi
sebesar 4,79%. Pertumbuhan cabang industri manufaktur tahun 2015 yang
tertinggi dicapai oleh industri barang logam; komputer, barang
elektronik, optik; dan peralatan listrik sebesar 7,83 persen, disusul
oleh industri makanan dan minuman
sebesar 7,54 persen dan Industri mesin dan perlengkapan sebesar 7,49 persen.
Kontribusi
sektor industri pengolahan non migas (manufaktur) pada tahun 2015
sebesar 18,18 persen dengan nilai Rp. 2.098,117 Triliun. Ekspor produk
industri tahun 2015 sebesar US$ 106,63 miliar dan memberikan kontribusi
sebesar 70,97 persen dari total ekspor nasional yang sebesar US$ 150,25
miliar. Sedangkan untuk impor produk industri tahun 2015 sebesar US$
108,95. Neraca ekspor-impor Hasil Industri Non Migas tahun 2015 adalah
US$ -2,31 Miliar (neraca defisit).
Nilai investasi PMDN sektor
industri tahun 2015 sebesar Rp 89,04 Triliun atau tumbuh sebesar 50,84
persen dibanding tahun 2014 sebesar Rp 41,84 Triliun. Nilai investasi
PMA sektor industri Tahun 2015 mencapai US$ 11,76 Miliar atau menurun
sebesar 9,65 persen dibandingkan Tahun 2014 sebesar US$ 13,01 Miliar.(*)
Sumber: di sini
* Cari data industri atau riset persaingan pasar, klik di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar