Duniaindustri.com (Mei 2018) - PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), emiten produsen consumer goods,
 berencana menjual divisi spreads meliputi merek dagang global Frytol, 
Blue Band Master dan Blue Band, Minyak Sarmin, Blue Band Gold senilai Rp
 2,65 triliun. Selain karena kebijakan induk usaha yang menjual divisi 
tersebut, langkah tersebut dilakukan untuk membuat fokus pertumbuhan bisnis perseroan ke produk kategori home and personal care serta foods and refreshments.
Berdasarkan prospektus keterbukaan informasi perseroan
 kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), aset tak berwujud kategori spreads 
akan dijual senilai 164 juta euro atau setara Rp 2,65 triliun. Aset tak 
berwujud yang dijual termasuk namun tidak terbatas pada hak untuk 
mendistribusikan produksi menggunakan merek dagang global dan lokal 
serta daftar pelanggan di Indonesia.
Sedangkan
 aset berwujud yang akan dijual senilai Rp 195,47 miliar, yang terdiri 
dari penjualan aset produksi dan perlengkapan sebesar Rp 152,64 miliar 
dan penjualan persediaan dan barang dagang sebesar Rp 42,83 miliar.
Perseroan
 juga akan menyewakan sebagian dari tanah dan bangunan pabrik di 
Cikarang yang digunakan untuk pengoperasian aset kategori spreads 
senilai Rp 56,29 miliar. Serta penjualan merek dagang lokal sebesar Rp 
9,75 miliar.
Alasan utama penjualan aset berwujud
 dan tak berwujud dari segmen spread dikarenakan perseroan ingin 
memfokuskan untuk pertumbuhan bisnis utamanya yaitu di segmen home dan 
personal care.
"Pada
 15 Desember 2017, Unilever N.V. dan Unilever Plc menerima tawaran 
mengikat dari Sigma Bidco B.V., sehubungan dengan pembelian bisnis 
Spreads global milik Grup Unilever, termasuk aset kategori Spreads di 
Indonesia yang dimiliki oleh Perseroan," demikian pernyataan perseroan.
Unilever Indonesia
 tidak memiliki hubungan afiliasi dengan Sigma Bidco B.V. Jika dilihat 
saat ini, produk utama perseroan untuk segmen spreads yang paling 
terkenal ialah produk margarin blueband. Namun pada 2017, kontribusi 
penjualan dan pedapatan segmen tersebut cukup rendah dibandingkan segmen
 home dan personal care yang memberikan kontribusi pendapatan hingga Rp 
28,1 triliun.
Tevilyan
 Yudhistira Rusli, Direktur Keuangan Unilever Indonesia, menilai 
pihaknya akan mengikuti keputusan Unilever pusat. Dia menyatakan, 
penjualan produk Blue Band selama ini berkontribusi tidak sampai 1,5% 
dari seluruh total penjualan Unilever.
"Blue
 Band memang besar di market (margarin), tapi impact ke kami kecil," 
terang Yudhistira dalam paparan publik, beberapa waktu lalu.
Unilever
 Indonesia membukukan penurunan laba yang diatribusikan kepada entitas 
induk pada kuartal I 2018 sekitar 6,17% menjadi Rp1,839 triliun, dari 
periode serupa tahun lalu Rp1,960 triliun. Berdasarkan laporan keuangan 
yang dipublikasi, kondisi tersebut dipicu oleh melemahnya penjualan 
usaha dalam tiga bulan pertama tahun ini sekitar 0,9% atau menjadi 
Rp10,746 triliun, dari periode serupa tahun lalu Rp10,845 triliun.
Selain
 itu, beban penjualan pun kian membesar sekitar 6,93% atau menjadi 
Rp2,052 triliun per akhir Maret 2018, dari kurun waktu serupa tahun 
sebelumnya Rp1,919 triliun. Perseroan juga harus menanggung semakin 
kecilnya pendapatan keuangan sekitar 17,28% atau menjadi Rp579 juta per 
akhir Maret tahun ini, dari kurun waktu serupa tahun lalu yang mencapai 
Rp700 juta.
Masih Melambat
Adhi
 S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh 
Indonesia (Gapmmi), menyatakan sepanjang Januari hingga Februari 2018 
permintaan produk makanan dan minuman belum membaik. Sepanjang awal 2018
 ini malah terjadi perlambatan permintaan. “Semenjak Maret kemarin 
(baru) terlihat kenaikan penjualan,” kata Adhi.
Industri,
 kata dia, berharap momen puasa dan perayaan oleh umat Islam dapat 
mendongkrak permintaan. “Diharapkan pada kuartal kedua terlihat 
realisasi peningkatan penjualan,” katanya.
Adhi
 tidak menjelaskan besar peningkatan penjualan yang terjadi pada Maret. 
Demikian juga dengan estimasi peningkatan penjualan pada kuartal kedua 
mendatang. Pada tahun ini industri makanan minuman (mamin) diproyeksikan
 tumbuh lebih dari 10% atau naik dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 
lalu sebesar 9,23%.
Faktor
 pendorong pertumbuhan industri ini antara lain penerbitan beberapa 
kebijakan deregulasi yang memudahkan pasokan bakan baku. Selain itu, 
tahun ini juga merupakan tahun politik yang umumnya peredaran uang 
meningkat. Hal tersebut diharapkan ikut mendongkrak konsumsi makanan dan
 minuman.(*/)
Sumber: klik di sini
Database Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 154 database, klik di sini
 - Butuh 20 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
 - Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
 - Butuh 14 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
 - Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
 - Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
 - Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
 - Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
 - Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
 - Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
 - Butuh copywriter specialist, klik di sini
 - Butuh content provider, klik di sini
 


Tidak ada komentar:
Posting Komentar