Perang harga dan rencana pembatasan investasi
 semen menjadi fokus tantangan produsen semen di Indonesia pada kuartal 
IV tahun ini. Seiring perlambatan permintaan yang dipengaruhi kondisi 
ekonomi nasional, produsen semen diduga masih terlibat perang harga di daerah-daerah tertentu untuk berupaya mengambil pangsa pasar yang lebih besar.
“Persaingan di industri semen makin sengit. Pemain besar perang harga di sejumlah daerah yang tingkat persaingannya tinggi. Perang harga itu bisa berupa pemberian diskon yang lebih besar,” ujar sumber duniaindustri.com dari kalangan pelaku industri semen.
Hal
 itu tidak heran mengingat pada September 2016 pasar semen nasional 
terkoreksi 3,4% menjadi 5,63 juta ton pada September 2016 dibanding 
bulan yang sama tahun sebelumnya 5,83 juta ton, menurut data
 Asosiasi Semen Indonesia (ASI). Pelemahan tersebut ikut dipengaruhi 
penurunan pasar di Pulau Jawa sebesar -5,2%, Pulau Kalimantan -4%, dan 
Pulau Sumatera -3,1%.
Penjualan semen domestik di Pulau Jawa, 
yang berkontribusi 55% terhadap pasar semen nasional, turun -5,2% pada 
September 2016 menjadi 3,1 juta ton dibanding periode yang sama tahun 
sebelumnya 3,27 juta ton. Pelemahan pasar semen di Pulau Jawa 
dipengaruhi penurunan pasar di Jakarta sebesar -15,8%, Banten -11,4%, 
dan Jawa Barat -10,8%.
Ketiga daerah paling barat di Pulau Jawa itu menderita pelemahan penjualan
 semen sepanjang bulan lalu, dengan penurunan terparah dialami Jakarta. 
Daerah lain seperti Jawa Tengah (1,1%), Yogyakarta (5%), dan Jawa Timur 
(2,6%) masih mencatatkan pertumbuhan pasar semen. Di luar Jawa, hanya 
Sulawesi (5,8%) serta Maluku & Papua (10%) yang membukukan kenaikan 
permintaan semen.
Secara akumulasi, penjualan semen domestik 
pada Januari-September 2016 tercatat masih tumbuh 2,9% menjadi 44,7 juta
 ton dibanding periode yang sama tahun sebelumnya 43,44 juta ton. Meski 
demikian, penurunan pasar pada September menggerus pertumbuhan penjualan
 semen domestik sepanjang sembilan bulan tahun ini dari sebelumnya 
tumbuh 3,9% sepanjang Januari-Agustus 2016.
Selain perang harga, tantangan produsen semen
 juga terkait kapan realisasi pembatasan investasi semen. Saat ini, 
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sedang menyiapkan Peraturan 
Menperin untuk memperketat investasi industri semen sebagai tindak 
lanjut dari over supply yang terjadi pada industri ini.
Dirjen
 Industri, Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit 
Dwiwahjono mengatakan, beleid itu ditargetkan akan keluar tahun ini. 
“Isinya kami akan atur tentang persyaratan teknis yang diperketat. 
Misalnya persyaratan lingkungannya, seperti standar emisi dan 
teknologinya,” ujar Sigit.
Dia mengatakan, saat ini kelebihan 
kapasitas yang terjadi sekitar 25-26 juta ton dari total kapasitas 90 
juta ton, sementara konsumsi hanya mencapai 64-65 juta ton.
Tekanan Margin
Fitch
 Ratings Ltd, lembaga pemeringkat kredit internasional, memperkirakan 
kondisi kelebihan pasokan (over supply) semen di Indonesia akan 
memberikan tekanan terhadap margin laba produsen. Pasalnya, produsen 
semen di negeri ini telah memperluas kapasitas produksi mereka lebih 
cepat dari volume penjualan dalam dua sampai tiga tahun terakhir.
Menurut laporan terbaru
 Fitch Ratings di Jakarta, Senin (10/10), disebutkan industri semen 
Indonesia dalam jangka menengah cenderung masih mengalami kelebihan 
pasokan kendati mengalami pemulihan volume penjualan di tahun ini.
Fitch
 memperkirakan penjualan semen domestik akan meningkat sebesar 4%-5% 
pada tahun 2016 menjadi sekitar 63 juta ton. Pertumbuhan akan ditopang 
ekonomi domestik yang lebih kuat dan permintaan yang lebih baik dari 
sektor terkait infrastruktur. Fitch juga memperkirakan volume penjualan 
semen meningkat dalam dua tahun ke depan, sesuai dengan harapan bahwa 
pertumbuhan PDB akan meningkat menjadi 5,5% pada tahun 2017 dan 5,7% 
pada 2018.
Sebagai perbandingan, Asosiasi Semen Indonesia 
(ASI) baru-baru ini menyatakan bahwa total kapasitas produksi semen di 
negara ini akan mencapai 92.700.000 ton per tahun pada akhir 2016. 
Perkiraan Fitch, tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang (utilisasi) 
hanya 65%-70%. Tingkat utilisasi sekitar 85% tiga sampai lima tahun yang
 lalu, ketika ekonomi dan pasar properti yang lebih kuat.
Di sisi lain, kelebihan pasokan
 dapat memicu perang harga sebagai upaya produsen semen yang berusaha 
untuk melindungi pangsa pasar mereka di Indonesia. Selain itu, harga 
batu bara, bahan baku penting untuk semen produksi, telah meningkat 
tajam dalam beberapa bulan terakhir, memberikan tekanan lebih lanjut 
pada margin produsen semen. Fitch memperkirakan perusahaan semen mencari
 cara-cara baru untuk mengurangi biaya, termasuk memotong penggunaan 
batubara, guna mempertahankan margin mereka.
Kelebihan pasokan
 saat ini terutama disebabkan oleh 34 juta ton kapasitas dari perusahaan
 domestik dan pemain baru dari luar Indonesia yang mulai beroperasi dari
 tahun 2014. Beberapa perusahaan semen, seperti Semen Baturaja dan Semen
 Indonesia, telah dilaporkan siap untuk memulai pabrik yang baru pada 
tahun 2017.(*)
Sumber: di sini
* Butuh database industri dan riset pasar, klik di sini



Tidak ada komentar:
Posting Komentar