Persaingan ketat para pemain industri semen yang salah satunya disebabkan kelebihan kapasitas diduga mengarah ke skema konsolidasi
antarpemain. Setelah PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) merger dengan PT
Semen Andalas pada 2016, tampaknya isu dan skema konsolidasi di antara
pemain industri semen masih berlanjut.
Merger Holcim dan Semen
Andalas didorong oleh merger dua holding induk kedua produsen semen
tersebut, yakni Holcim Ltd dan juga Lafarge SA, induk perusahaan Semen
Andalas. Dengan integrasi lokal ini, Holcim mendapatkan tambahan
kapasitas produksi sebesar 1,6 juta ton semen per tahun dari pabrik di
Lhoknga, Aceh. Sehingga kapasitas total yang dimiliki saat ini mencapai
15 juta ton semen per tahun.
PT Holcim Indonesia Tbk akan menjadi
badan hukum dan merek perusahaan yang memayungi semua kegiatan bisnis
Holcim dan Lafarge di Indonesia. Namun perusahaan akan tetap
mempertahankan merek produk-produknya yang ada saat ini, seperti “Holcim Semen Serba Guna” dan “Semen Andalas”.
Duniaindustri.com menilai langkah Holcim ini memperkuat kesatuan kekuatan dua pemain semen
di pasar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Dengan total kapasitas 15 juta
ton, atau sekitar 15,4% dari total kapasitas semen nasional pada 2016.
Salah satu keunggulan Semen Andalas adalah tingkat utilisasi pabrik yang
di atas 90%, melampaui Semen Indonesia Group yang hanya 86%, menurut data yang dihimpun duniaindustri.com.
Setelah Holcim dan Semen Andalas, arah konsolidasi
dari pemain semen makin mengemuka. Apalagi dilihat dari tren pasar
semen nasional yang belum tumbuh signifikan. Penjualan semen secara
nasional pada Januari-Februari 2017 masih turun -1% secara kumulatif
tahunan. Di sisi lain kondisi kelebihan kapasitas (overcapacity) yang
memicu kelebihan pasokan (oversupply) semen makin kritis, sekitar 50%
dari total kapasitas terancam idle pada 2017.
Dengan kondisi seperti itu, ditambah lagi perang harga
yang makin memanas antara market leader dan pemain-pemain baru,
keberlanjutan dari para pemain tergantung dari strategi yang diterapkan.
Strategi penetrasi pasar baru dan akuisisi pasar lama menjadi demikian penting, mengingat kue pasar yang ada tidak cukup untuk dibagi seluruh pemain.
Apalagi
diketahui pemain baru juga gencar berekspansi untuk menambah basis
pasar yang kuat, seperti dilakukan oleh Semen Conch (Anhui Conch) dan
Semen Merah Putih (PT Cemindo Gemilang). Menurut informasi yang
diperoleh Duniaindustri.com,
Semen Conch berencana membuka pabrik baru dengan kapasitas 4 juta ton di
Merak, Banten, pada 2018 dan di Maros, Sulawesi Selatan berkapasitas
1,5 juta ton juga pada 2018.
Kehadiran Semen Conch di Merak akan
meramaikan persaingan pemain semen di Pulau Jawa, setelah isu PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) mengakuisisi Semen Merah Putih. Tampaknya
baik Semen Conch dan Semen Indonesia sama-sama menyadari pasar semen di
Pulau Jawa bagian barat (meliputi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta)
merupakan jantung dari pasar semen di Indonesia, berkontribusi 27%
terhadap total pasar semen secara nasional.
Sampai sejauh mana
isu konsolidasi akan terus bergulir, hanya waktu yang akan menjawabnya.
Apalagi jika dilihat dari grup afiliasinya, ternyata pemain-pemain baru
di industri semen merupakan perusahaan raksasa yang memiliki basis
pendanaan yang kuat. Sebut saja, Semen Conch merupakan anak usaha Anhui
Conch Cement (914 HK), BUMN raksasa semen asal China dengan kapitalisasi
pasar US$ 16,8 miliar, hampir 3 kali lipat dari kapitalisasi pasar
Indocement maupun Semen Indonesia. Sementara Semen Merah Putih
terafiliasi dengan Wilmar International, raksasa perdagangan kelapa
sawit di Asia Tenggara. Sedangkan Semen Jawa terafiliasi dengan Siam
Cement, raksasa semen asal Thailand yang memiliki kapitalisasi pasar US$
17,8 miliar.(*)
Sumber: klik di sini
* Butuh riset pasar dan data industri, total ada 131 database, klik di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar