Pasar semen di Pulau Jawa
pada Februari 2017 tumbuh positif 5,1% menjadi 2,51 juta ton dibanding
periode yang sama pada 2016 sebanyak 2,39 juta ton. Peningkatan pasar
yang mencerminkan kenaikan penjualan itu didorong pertumbuhan permintaan
di Jawa Tengah (+14,7%), Yogyakarta (+21%), Jawa Timur (+8,9%), dan
Jawa Barat (+1,5%).
Menurut data yang dihimpun duniaindustri.com
dari Asosiasi Semen Indonesia (ASI), pasar semen di Jakarta masih
tercatat minus 6,1% pada Februari 2017, begitu juga pasar semen di
Banten minus 0,7%.
Sementara di luar Pulau Jawa, seluruh daerah
tercatat mengalami penurunan penjualan, kecuali Nusa Tenggara yang masih
tumbuh 18,2%. Pasar semen di Pulau Sumatera turun -5,1%, Kalimantan
turun -8,4%, Sulawesi turun -12,7%, demikian juga Maluku dan Papua turun
-5,9%.
Pertumbuhan positif pasar semen di Pulau Jawa mendorong
peningkatan tipis pasar semen secara nasional sebesar 0,5% menjadi 4,55
juta ton pada Februari 2017 dibanding periode yang sama tahun lalu 4,53
juta ton. Meski demikian, penjualan semen secara nasional pada
Januari-Februari 2017 masih tumbuh -1% secara kumulatif tahunan.
Pada
tahun ini, konsumsi semen secara nasional diestimasi tumbuh sekitar 4%
menjadi 64,5 juta ton dibanding realisasi 2016 sebanyak 62 juta ton.
Total konsumsi itu masih jauh di bawah kapasitas industri semen nasional
yang pada akhir 2016 tercatat 97,2 juta ton. Hal itu mendorong
terjadinya overcapacity dan oversupply di industri semen nasional sejak
2013.
Aroma persaingan industri semen di Indonesia makin panas
dan kritis. Bayangkan saja, kelebihan pasokan (oversupply) semen di
Indonesia pada awal Maret 2017 diestimasi mencapai 50%, melampaui
proyeksi awal dari Kementerian Perindustrian yang memperkirakan level
oversupply hanya 38% pada 2018.
Menurut data yang diperoleh tim duniaindustri.com,
kapasitas produksi semen saat ini telah menembus 93 juta ton, padahal
demand hingga akhir 2016 hanya sebesar 62 juta ton. Itu berarti, separuh
dari total kapasitas semen nasional berpotensi idle atau tidak terserap
pasar domestik, jika tidak diekspor.
“Persaingan makin sengit.
Oversupply ini terjadi karena kita terlambat investasi pada periode
(pemerintahan lalu). Nah pas sekarang investasi, perekonomian melambat
dan pemain baru bermunculan,” kata sumber duniaindustri.com dari kalangan pelaku industri semen.
Sebagai
perbandingan, Kementerian Perindustrian memperkirakan kelebihan pasokan
semen di Indonesia baru mencapai 38% pada 2018, meningkat dari level
37% pada 2016. Menurut Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka
Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono, kelebihan pasokan
semen terjadi karena pertumbuhan kapasitas produksi melampaui kebutuhan
dalam negeri.
“Persaingan industri semen akan semakin ketat,
mengingat kapasitas produksi semen di Indonesia pada 2018 diperkirakan
mencapai 106,3 juta ton, atau melebihi 38% dari kebutuhan nasional
sebesar 66,2 juta ton,” ujar Achmad Sigit.
Kondisi kelebihan pasokan ini akan berdampak luas terhadap utilisasi pabrik, strategi pemasaran, strategi diversifikasi produk (ready mix and concrete products), efisiensi, kebijakan harga jual (pricing strategy),
hingga mengarah pada isu konsolidasi pemain. Terbukti, tren penurunan
harga telah mencapai dua digit terutama di daerah dengan permintaan
besar dan tingkat persaingan tinggi, menurut pemantauan duniaindustri.com.
Untuk informasi dan data lebih spesifik, silakan dicermati analisis dan database duniaindustri.com yang terangkum secara lengkap dalam indeks data industri di pojok kiri atas website ini.
Periode Kritis
Industri semen di Indonesia
akan memasuki periode kritis pada 2015-2020 seiring dengan kelebihan
pasokan (oversupply) dengan hadirnya pemain baru, pelemahan permintaan
domestik, serta kelesuan perekonomian nasional. Perusahaan yang tidak
mampu bersaing diperkirakan akan mengalami kemunduran drastis hingga
terancam bangkrut.
Pembangunan pabrik baru oleh pemain existing
dan pemain baru semen mendorong investasi di industri ini mencapai Rp 15
triliun sepanjang 2016. Meski demikian, konsumsi semen per kapita di
Indonesia yang masih rendah dibanding negara-negara tetangga tetap
memberikan prospek positif bagi industri ini.
“Konsumsi semen per
kapita nasional saat ini sekitar 243 kg per kapita,” kata Menteri
Perindustrian Airlangga Hartarto lewat siaran pers.
Jika
dibandingkan dengan negara-negara tetangga, konsumsi semen per kapita di
Malaysia sebesar 751 kg per kapita, Thailand sebesar 443 kg per kapita
dan Vietnam sebesar 661 kg per kapita. Untuk itu, Kementerian
Perindustrian terus mendorong penggunaan semen dalam negeri pada program
pembangunan infrastruktur yang dicanangkan oleh pemerintah.
“Kami
akan berkoordinasi dengan kementerian terkait seperti Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta instansi lainnya, sehingga
diharapkan utilisasi industri semen nasional dapat ditingkatkan,” jelas
Airlangga.
Dia menegaskan Kemenperin berkomitmen untuk menjaga
iklim usaha tetap kondusif sehingga industri semen nasional dapat
berkembang. Upaya yang dilakukan, antara lain dengan mengendalikan impor
semen maupun klinker, mendorong diversifikasi produk barang-barang dari
semen, serta penerapan dan penegakan Standar Nasional Indonesia (SNI)
semen secara wajib maupun pengembangannya.
“Selain itu, kami juga
meminta kepada pelaku industri semen nasional agar terus membangun
budaya inovasi untuk meningkatkan keunggulan kompetitif di tengah
persaingan yang semakin ketat baik di tingkat regional maupun
internasional,” paparnya.(*/tim redaksi 03)
Sumber: klik di sini
* Butuh riset pasar dan data industri lainnya, total terdapat 130 database, klik di sini
** Butuh marketing inteligence dan copywriter, klik di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar