PT Astra International Tbk (ASII), emiten konglomerasi bisnis yang menaungi enam lini bisnis, mencatatkan penurunan kinerja keuangan pada periode 2015. Laba bersih perusahaan mengalami penurunan hingga 25% sepanjang tahun lalu dibanding tahun sebelumnya.
Astra International hanya mencatatkan laba bersih sebesar Rp14,46 triliun sepanjang 2015, turun dibandingkan periode 2014 yang sebesar Rp19,19 triliun. Laba bersih per saham perseroan juga menurun menjadi Rp357 dari sebelumnya Rp474.
“Kami masih bersikap hati-hati terhadap prospek bisnis mendatang, namun dengan didukung kemampuan Perseroan menghasilkan kas yang baik serta neraca keuangan yang kuat, Perseroan terus berinvestasi bagi masa depan, dan siap memanfaatkan peluang dari setiap perbaikan kondisi ekonomi,” kata Presiden Direktur ASII Prijono Sugiarto dalam keterangan tertulisnya.
Salah satu yang menyebabkan penurunan laba ini adalah melemahnya pendapatan bersih perseroan, yakni dari Rp184,19 triliun pada 2015. Turun 9 persen dibandingkan periode 2014 yang sebesar Rp201,7 triliun.
“Pendapatan bersih konsolidasikan Astra menurun 9 persen menjadi Rp 184,2 triliun sepanjang tahun 2015, terutama disebabkan oleh penurunan di segmen otomotif, alat berat dan pertambangan, serta agribisnis,” ucap dia.
Prospek Otomotif
Penjualan mobil pada Januari 2016 merosot 9,8% menjadi 84.885 unit dibandingkan bulan yang sama tahun lalu 94.194 unit, menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Meski demikian, secara bulanan, penjualan mobil pada awal 2016 mulai meningkat 15,8% menjadi 84.885 unit dari posisi Desember 2015 sebesar 73.264 unit.
Dari total perolehan angka tersebut Toyota masih menjadi penyumbang penjualan terbanyak di Januari 2016 dengan total penjualan sebanyak 24.806 unit. Disusul oleh Honda dengan total penjualan 19.404 unit, dan di posisi ketiga dipegang Daihatsu dengan torehan 13.184 unit.
Sebelumnya Gaikindo sudah memprediksi bahwa pertumbuhan penjualan mobil di tahun 2016 masih mengalami pasang surut bahkan cenderung belum stabil.
“Tahun 2015 penjualan mobil secara wholesales atau pengiriman mobil dari pabrik ke diler turun sebesar 16,12% menjadi 1.013.305 unit, dibandingkan 2014 sebanyak 1.208.019 unit dan jumlah itu sesuai dengan target,” kata Ketua I Gaikindo, Yongkie D Sugiarto.
Yongkie menambahkan, untuk tahun 2016 ini pasar mobil diperkirakan hanya tumbuh sekitar 5%. Namun, hingga kini, Gaikindo belum merilis prediksi secara resmi.
“Jika melihat kondisi ekonomi yang masih belum stabil, penjualan mobil tahun ini paling hanya naik 5% hingga 10%, karena pertumbuhan ekonomi kita diestimasi hanya 5,3%. Tapi, kalau pertumbuhan ekonomi hingga 6% sampai 7%, pasar mobil bisa naik sekitar 20%,” ujarnya.(*)
Sumber: di sini
Senin, 29 Februari 2016
Rabu, 24 Februari 2016
Februari 2016, Harga DOC dan Ayam Broiler Turun 25%
Harga ayam umur sehari (day old chick/DOC) pada minggu ketiga Februari 2016 turun sekitar 15%-25% dibanding akhir 2015 seiring pelemahan harga ayam broiler di pasar lokal, menurut pengamatan duniaindustri.com. Harga DOC pada pekan ketiga Februari 2016 untuk grade super berkisar Rp 4.000-4.200 per ekor, melemah dibanding akhir 2015 yang berada di kisaran Rp 5.500-5.700 per ekor.
Seiring dengan itu, harga ayam broiler di pasar lokal juga melemah sekitar 10%-20% pada periode yang sama. Saat ini harga ayam broiler hidup diperdagangkan di kisaran Rp 18.000-19.000 per kilogram, jauh di bawah harga pada akhir 2015 sekitar Rp 21.000-23.000 per kilogram.
Menurut sejumlah pedagang (trader) yang dihubungi duniaindustri.com, faktor penurunan harga DOC dan ayam broiler pada Februari 2016 ikut dipengaruhi redanya efek penurunan produksi DOC yang dilakukan oleh sejumlah pemain besar yang menguasai pasar lokal. Kondisi itu diperparah dengan peningkatan pasokan ayam broiler di Pulau Jawa sehingga menekan harga DOC.
“Harga DOC grade super yang diproduksi pemimpin pasar sekarang hanya Rp 4.200 per ekor, jauh di bawah harga akhir 2015 sekitar Rp 5.700 per ekor,” ujar pedagang yang enggan disebut namanya, di Jawa Barat, kepada duniaindustri.com.
Dia menambahkan harga DOC grade B (di bawah grade super) bahkan lebih parah. Beberapa merek DOC di segmen ini turun lebih drastis. “Ada yang diperdagangkan hanya Rp 2.200-2.400 per ekor, hampir setengah dari kondisi akhir 2015,” paparnya.
Dia menilai penurunan harga DOC dan ayam broiler akan terus berlanjut hingga menjelang libur panjang pada akhir Maret 2016. Pada umumnya harga DOC dan ayam broiler akan meningkat ketika libur panjang, mengingat permintaan akan naik tanpa dibarengi pasokan yang cukup.
Kondisi yang terjadi pada Februari 2016 merupakan kebalikan dari yang terjadi pada semester II 2015. Ketika itu, sejumlah pemain besar menurunkan produksi untuk menstabilkan harga. Hasilnya, menurut catatan duniaindustri.com, pada pertengahan September 2015 harga DOC merangkak naik sebagai efek penurunan produksi yang dilakukan sejumlah pemain besar. Menurut penelusuran Duniaindustri.com, harga DOC dari beberapa produsen naik 25%-50% dalam beberapa bulan terakhir, dari sekitar Rp 2.500-Rp 3.000 per ekor menjadi Rp 4.500-Rp 5.000 per ekor.
Selain itu, kenaikan harga DOC juga terjadi menyusul peningkatan harga jual ayam di industri hilir. Pada kuartal IV 2014, harga DOC jatuh menyusul kelebihan pasokan (oversupply) yang terjadi di industri perunggasan. Kemudian, merespons hal tersebut, seluruh produsen DOC mulai mengurangi produksi untuk mengerek harga.(*)
Sumber: di sini
Seiring dengan itu, harga ayam broiler di pasar lokal juga melemah sekitar 10%-20% pada periode yang sama. Saat ini harga ayam broiler hidup diperdagangkan di kisaran Rp 18.000-19.000 per kilogram, jauh di bawah harga pada akhir 2015 sekitar Rp 21.000-23.000 per kilogram.
Menurut sejumlah pedagang (trader) yang dihubungi duniaindustri.com, faktor penurunan harga DOC dan ayam broiler pada Februari 2016 ikut dipengaruhi redanya efek penurunan produksi DOC yang dilakukan oleh sejumlah pemain besar yang menguasai pasar lokal. Kondisi itu diperparah dengan peningkatan pasokan ayam broiler di Pulau Jawa sehingga menekan harga DOC.
“Harga DOC grade super yang diproduksi pemimpin pasar sekarang hanya Rp 4.200 per ekor, jauh di bawah harga akhir 2015 sekitar Rp 5.700 per ekor,” ujar pedagang yang enggan disebut namanya, di Jawa Barat, kepada duniaindustri.com.
Dia menambahkan harga DOC grade B (di bawah grade super) bahkan lebih parah. Beberapa merek DOC di segmen ini turun lebih drastis. “Ada yang diperdagangkan hanya Rp 2.200-2.400 per ekor, hampir setengah dari kondisi akhir 2015,” paparnya.
Dia menilai penurunan harga DOC dan ayam broiler akan terus berlanjut hingga menjelang libur panjang pada akhir Maret 2016. Pada umumnya harga DOC dan ayam broiler akan meningkat ketika libur panjang, mengingat permintaan akan naik tanpa dibarengi pasokan yang cukup.
Kondisi yang terjadi pada Februari 2016 merupakan kebalikan dari yang terjadi pada semester II 2015. Ketika itu, sejumlah pemain besar menurunkan produksi untuk menstabilkan harga. Hasilnya, menurut catatan duniaindustri.com, pada pertengahan September 2015 harga DOC merangkak naik sebagai efek penurunan produksi yang dilakukan sejumlah pemain besar. Menurut penelusuran Duniaindustri.com, harga DOC dari beberapa produsen naik 25%-50% dalam beberapa bulan terakhir, dari sekitar Rp 2.500-Rp 3.000 per ekor menjadi Rp 4.500-Rp 5.000 per ekor.
Selain itu, kenaikan harga DOC juga terjadi menyusul peningkatan harga jual ayam di industri hilir. Pada kuartal IV 2014, harga DOC jatuh menyusul kelebihan pasokan (oversupply) yang terjadi di industri perunggasan. Kemudian, merespons hal tersebut, seluruh produsen DOC mulai mengurangi produksi untuk mengerek harga.(*)
Sumber: di sini
Jumat, 19 Februari 2016
Membedah Persaingan 200 Perusahaan Oli Pelumas Perebutkan Pasar Rp 9,87 Triliun
Sekitar 200 perusahaan produsen oil pelumas bersaing memperebutkan pasar lokal yang pada tahun ini diperkirakan mencapai Rp 9,87 triliun, menurut perhitungan duniaindustri.com. Di tengah kemerosotan harga minyak mentah dunia yang sempat jatuh di bawah US$ 30 per barel, industri oli pelumas diuntungkan karena menikmati bahan baku murah.
Duniaindustri.com membuat perhitungan pasar oli pelumas di Indonesia pada 2016 diestimasikan mencapai Rp 9,87 triliun, tumbuh 11% dibanding 2015 yang mencapai Rp 8,9 triliun. Meski terpengaruh pada perlambatan penjualan otomotif, permintaan industri oli pelumas cukup elastis mengingat besarnya populasi kendaraan bermotor (motor dan mobil) di Indonesia.
Permintaan oli pelumas bukan hanya datang dari kendaraan baru, namun juga dari kendaraan existing yang telah dipakai sesuai jarak. Dan seiring kondisi lalu lintas yang makin ekstrem, terutama kemacetan dan kongesti infrastruktur, otomatis hal itu ikut mendorong permintaan di pasar lokal. Beberapa produsen juga telah merambah pasar ekspor di kawasan Asean untuk menangkap peluang lebih besar.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), saat ini terdapat lebih dari 200 produsen oli pelumas di Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah terutama di Pulau Jawa. Kapasitas produksi terpasang mencapai 700 ribu kiloliter per tahun dengan nilai omzet sekitar Rp 7 triliun pada 2013.
Potensi produksi pelumas yang tinggi tersebut akan dapat mendorong ekspor pelumas ke negara-negara ASEAN, Jepang, China, Korea Selatan, Timur Tengah, maupun Uni Eropa. Industri oli pelumas saat ini mendapat tantangan dengan bahan baku dan bahan aditif yang sebagian besar masih diimpor. Hal ini menjadikan industri oli pelumas di Indonesia masih sebatas formulasi dan pencampuran (compounding), belum terintegrasi antara industri hulu (upstream) dan hilir (downstream).
Oleh sebab itu, perlu menjaga rantai pasok bahan bakar sehingga menghasilkan pelumas yang terintegrasi dengan minyak dan minyak dasar pelumas (lube base oil).
Di samping itu industri pelumas juga menghadapi tantangan dalam pengelolaan limbah karena menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, serta pengembangan teknologi produk agar konsumsi energi menurun dan menghasilkan produk yang inovatif.
Saat ini, PT Pertamina Lubricants–anak usaha PT Pertamina (Persero) di bisnis pelumas–menguasai 56,87% pasar oli nasional, disusul oleh Shell dengan pangsa pasar di kisaran angka 12%. Pertamina Lubricants telah menjual 322,25 ribu kilo liter dari total penjualan oli secara nasional hingga Juli 2015 yang mencapai 566,65 ribu kilo liter.
“Angka pangsa pasar tersebut merupakan angka yang luar biasa karena best practice di negara lain kebanyakan market leader 30%. Untuk tahun ini akan kami jaga di atas 50% dan kami akan bertahan di situ,” kata Direktur Utama Pertamina Lubricants Gigih Wahyu Hari Irianto.
Pertamina Lubricants pernah menguasai pangsa pasar oli nasional sebesar 90% sebelum 1997. Pada masa itu, penjualan oli masih diatur oleh Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 tahun 1988 tentang Penyediaan dan Pelayanan Pelumas Serta Penanganan Oli Bekas yang memberikan hak monopoli kepada Pertamina.
Namun, hak monopoli tersebut kemudian dicabut melalui Keppres 21 tahun 2001 tentang Pelayanan Penyediaan Pelumas, yang memperbolehkan adanya pemain baru di pasar pelumas. Akibat adanya hal itu, Gigih mengatakan bahwa pangsa pasar oli Pertamina turun kira-kira sebanyak 40% selama 18 tahun terakhir.(*)
Sumber: di sini
Duniaindustri.com membuat perhitungan pasar oli pelumas di Indonesia pada 2016 diestimasikan mencapai Rp 9,87 triliun, tumbuh 11% dibanding 2015 yang mencapai Rp 8,9 triliun. Meski terpengaruh pada perlambatan penjualan otomotif, permintaan industri oli pelumas cukup elastis mengingat besarnya populasi kendaraan bermotor (motor dan mobil) di Indonesia.
Permintaan oli pelumas bukan hanya datang dari kendaraan baru, namun juga dari kendaraan existing yang telah dipakai sesuai jarak. Dan seiring kondisi lalu lintas yang makin ekstrem, terutama kemacetan dan kongesti infrastruktur, otomatis hal itu ikut mendorong permintaan di pasar lokal. Beberapa produsen juga telah merambah pasar ekspor di kawasan Asean untuk menangkap peluang lebih besar.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), saat ini terdapat lebih dari 200 produsen oli pelumas di Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah terutama di Pulau Jawa. Kapasitas produksi terpasang mencapai 700 ribu kiloliter per tahun dengan nilai omzet sekitar Rp 7 triliun pada 2013.
Potensi produksi pelumas yang tinggi tersebut akan dapat mendorong ekspor pelumas ke negara-negara ASEAN, Jepang, China, Korea Selatan, Timur Tengah, maupun Uni Eropa. Industri oli pelumas saat ini mendapat tantangan dengan bahan baku dan bahan aditif yang sebagian besar masih diimpor. Hal ini menjadikan industri oli pelumas di Indonesia masih sebatas formulasi dan pencampuran (compounding), belum terintegrasi antara industri hulu (upstream) dan hilir (downstream).
Oleh sebab itu, perlu menjaga rantai pasok bahan bakar sehingga menghasilkan pelumas yang terintegrasi dengan minyak dan minyak dasar pelumas (lube base oil).
Di samping itu industri pelumas juga menghadapi tantangan dalam pengelolaan limbah karena menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, serta pengembangan teknologi produk agar konsumsi energi menurun dan menghasilkan produk yang inovatif.
Saat ini, PT Pertamina Lubricants–anak usaha PT Pertamina (Persero) di bisnis pelumas–menguasai 56,87% pasar oli nasional, disusul oleh Shell dengan pangsa pasar di kisaran angka 12%. Pertamina Lubricants telah menjual 322,25 ribu kilo liter dari total penjualan oli secara nasional hingga Juli 2015 yang mencapai 566,65 ribu kilo liter.
“Angka pangsa pasar tersebut merupakan angka yang luar biasa karena best practice di negara lain kebanyakan market leader 30%. Untuk tahun ini akan kami jaga di atas 50% dan kami akan bertahan di situ,” kata Direktur Utama Pertamina Lubricants Gigih Wahyu Hari Irianto.
Pertamina Lubricants pernah menguasai pangsa pasar oli nasional sebesar 90% sebelum 1997. Pada masa itu, penjualan oli masih diatur oleh Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 tahun 1988 tentang Penyediaan dan Pelayanan Pelumas Serta Penanganan Oli Bekas yang memberikan hak monopoli kepada Pertamina.
Namun, hak monopoli tersebut kemudian dicabut melalui Keppres 21 tahun 2001 tentang Pelayanan Penyediaan Pelumas, yang memperbolehkan adanya pemain baru di pasar pelumas. Akibat adanya hal itu, Gigih mengatakan bahwa pangsa pasar oli Pertamina turun kira-kira sebanyak 40% selama 18 tahun terakhir.(*)
Sumber: di sini
Minggu, 14 Februari 2016
Ekonomi Lesu, HM Sampoerna Terus Berkibar
Siapa bilang di tengah kelesuan ekonomi, semua bisnis meredup? Buktinya, bisnis rokok PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) terus berkibar. Bahkan pangsa pasar perusahaan rokok ini makin naik.
Pangsa pasar PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), pemegang pangsa terbesar di industri rokok di Indonesia, tercatat naik menjadi 35% pada 2015 dari tahun sebelumnya 34,9%, menurut laporan keuangan Philip Morris International Inc, pemilik saham terbesar di HM Sampoerna. Kenaikan pangsa pasar tersebut ikut dipengaruhi peningkatan produksi perseroan serta peningkatan pangsa paar Dji Sam Soe.
Menurut laporan keuangan Philip Morris, produksi rokok perseroan di Indonesia naik tipis 0,1% menjadi 109,8 miliar batang periode 2015 dari tahun sebelumnya 109,6 miliar batang.
Sedangkan total produksi rokok secara nasional di Indonesia mencapai 314 miliar batang pada 2015. Volume tersebut stagnan dari periode tahun sebelumnya yang mencapai 314 miliar batang.
Pangsa pasar produk rokok HM Sampoerna sepanjang tahun lalu meningkat menjadi 35% dari sebelumnya 34,9%. Kenaikan itu ditopang peningkatan pangsa pasar produk Dji Sam Soe menjadi 7% dari tahun sebelumnya 6,3%.
Nilai pasar (market size) industri rokok di Indonesia pada 2015 diestimasi berkisar Rp 222,7 triliun – Rp 224,2 triliun, menurut data duniaindustri.com. Perhitungan nilai pasar industri rokok tersebut berdasarkan nilai volume penjualan dikali harga rata-rata dan mempertimbangkan penerimaan cukai negara.
Volume produksi rokok pada 2015 diperkirakan tumbuh tipis dibanding 2014, dari 314 miliar batang menjadi 315 miliar batang. Sementara konsumsi rokok di Indonesia meningkat rata-rata per tahun (CAGR) sebesar 6% periode 2008-2014. Harga rokok di Indonesia paling rendah di kawasan Asia Tenggara sebesar US$ 1,4 per pack rokok.
Saat ini jumlah perokok di Indonesia pada 2015 mencapai 62,7 juta jiwa dengan rasio 63% dari seluruh pria merupakan perokok, sedangkan 5% wanita merupakan perokok.
Sejak kuartal I 2007, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dengan dukungan Philip Morris merajai industri rokok nasional. Pada 2010, market share HM Sampoerna sebesar 30,9% dan pada 2015 sekitar 35,2%.
Padahal sejak 1989-2007, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mendominasi pasar dengan pangsa sekitar 28%-47%. Namun tahta market leader Gudang Garam harus diserahkan kepada HM Sampoerna pada 2007.
HM Sampoerna pemimpin pasar rokok di Indonesia memiliki merek produk yang kuat dan cenderung mendominasi pasar. HM Sampoerna merajai di segmen SKM 31%, SKT 39%, dan SPM 81% dengan portofolio produk yakni A Mild, Dji Sam Soe, Malboro, U mild, dan Sampoerna Kretek.(*)
Sumber: di sini
Pangsa pasar PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), pemegang pangsa terbesar di industri rokok di Indonesia, tercatat naik menjadi 35% pada 2015 dari tahun sebelumnya 34,9%, menurut laporan keuangan Philip Morris International Inc, pemilik saham terbesar di HM Sampoerna. Kenaikan pangsa pasar tersebut ikut dipengaruhi peningkatan produksi perseroan serta peningkatan pangsa paar Dji Sam Soe.
Menurut laporan keuangan Philip Morris, produksi rokok perseroan di Indonesia naik tipis 0,1% menjadi 109,8 miliar batang periode 2015 dari tahun sebelumnya 109,6 miliar batang.
Sedangkan total produksi rokok secara nasional di Indonesia mencapai 314 miliar batang pada 2015. Volume tersebut stagnan dari periode tahun sebelumnya yang mencapai 314 miliar batang.
Pangsa pasar produk rokok HM Sampoerna sepanjang tahun lalu meningkat menjadi 35% dari sebelumnya 34,9%. Kenaikan itu ditopang peningkatan pangsa pasar produk Dji Sam Soe menjadi 7% dari tahun sebelumnya 6,3%.
Nilai pasar (market size) industri rokok di Indonesia pada 2015 diestimasi berkisar Rp 222,7 triliun – Rp 224,2 triliun, menurut data duniaindustri.com. Perhitungan nilai pasar industri rokok tersebut berdasarkan nilai volume penjualan dikali harga rata-rata dan mempertimbangkan penerimaan cukai negara.
Volume produksi rokok pada 2015 diperkirakan tumbuh tipis dibanding 2014, dari 314 miliar batang menjadi 315 miliar batang. Sementara konsumsi rokok di Indonesia meningkat rata-rata per tahun (CAGR) sebesar 6% periode 2008-2014. Harga rokok di Indonesia paling rendah di kawasan Asia Tenggara sebesar US$ 1,4 per pack rokok.
Saat ini jumlah perokok di Indonesia pada 2015 mencapai 62,7 juta jiwa dengan rasio 63% dari seluruh pria merupakan perokok, sedangkan 5% wanita merupakan perokok.
Sejak kuartal I 2007, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dengan dukungan Philip Morris merajai industri rokok nasional. Pada 2010, market share HM Sampoerna sebesar 30,9% dan pada 2015 sekitar 35,2%.
Padahal sejak 1989-2007, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mendominasi pasar dengan pangsa sekitar 28%-47%. Namun tahta market leader Gudang Garam harus diserahkan kepada HM Sampoerna pada 2007.
HM Sampoerna pemimpin pasar rokok di Indonesia memiliki merek produk yang kuat dan cenderung mendominasi pasar. HM Sampoerna merajai di segmen SKM 31%, SKT 39%, dan SPM 81% dengan portofolio produk yakni A Mild, Dji Sam Soe, Malboro, U mild, dan Sampoerna Kretek.(*)
Sumber: di sini
Kamis, 11 Februari 2016
Kini berbisnis lebih mudah dengan fitur Trading Hub
Apakah Anda kesulitan dalam menemukan vendor yang mampu memasok kebutuhan bahan baku, bahan penunjang, ataupun bahan lainnya dengan kualitas prima, harga kompetitif, dan pelayanan oke. Jangan bingung-bingung.
Duniaindustri.com membuka fitur baru yakni trading hub yang berfungsi sebagai fasilitator (penghubung) antara industri dan pemasok (supplier). Dengan dukungan member yang besar dan mesin pencari internal, seluruh kebutuhan industrial usaha Anda dapat kami carikan pemasoknya, tentu dengan keunggulan kualitas prima, harga kompetitif, dan pelayanan terbaik.
Kami menyadari di setiap lini usaha di seluruh sektor industri membutuhkan pemasok (supplier) terutama untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, bahan penunjang, bahan pemasaran, bahan administrasi, hingga bahan pendukung lainnya. Hal itu ditujukan untuk menopang proses produksi industri yang berlanjut ke distribusi (ekspor-impor) hingga after sales service.
Dengan dukungan tim yang solid, kami dapat menjadi one total solution untuk mengantar (mengawal) bisnis Anda ke arah kesuksesan. Seluruh rantai bisnis industri (supply-demand chain) membutuhkan bahan baku, bahan penunjang, bahan pemasaran, bahan administrasi, hingga bahan pendukung lain. Namun, harga, pencarian yang tepat, dan waktu biasanya menjadi kendala. Untuk itu kami hadir guna membantu bisnis Anda.
Semua dilakukan dengan tiga tahap yang mudah:
1. Listing kebutuhan Anda terkait pencarian bahan baku, bahan penunjang, bahan pemasaran, bahan administrasi, hingga bahan pendukung lain, beserta spesifikasi dan kuantitasnya.
2. Kirim listing tersebut dalam bentuk email kepada kami. (Anda dapat mengisi form di bawah)
3. Segera setelah itu, kami akan kembali dengan surat penawaran dari bahan yang Anda butuhkan.
Cukup tiga cara mudah dan gratis. Anda tidak perlu repot dan menghemat tenaga. Lihat saja di sini
Duniaindustri.com membuka fitur baru yakni trading hub yang berfungsi sebagai fasilitator (penghubung) antara industri dan pemasok (supplier). Dengan dukungan member yang besar dan mesin pencari internal, seluruh kebutuhan industrial usaha Anda dapat kami carikan pemasoknya, tentu dengan keunggulan kualitas prima, harga kompetitif, dan pelayanan terbaik.
Kami menyadari di setiap lini usaha di seluruh sektor industri membutuhkan pemasok (supplier) terutama untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, bahan penunjang, bahan pemasaran, bahan administrasi, hingga bahan pendukung lainnya. Hal itu ditujukan untuk menopang proses produksi industri yang berlanjut ke distribusi (ekspor-impor) hingga after sales service.
Dengan dukungan tim yang solid, kami dapat menjadi one total solution untuk mengantar (mengawal) bisnis Anda ke arah kesuksesan. Seluruh rantai bisnis industri (supply-demand chain) membutuhkan bahan baku, bahan penunjang, bahan pemasaran, bahan administrasi, hingga bahan pendukung lain. Namun, harga, pencarian yang tepat, dan waktu biasanya menjadi kendala. Untuk itu kami hadir guna membantu bisnis Anda.
Semua dilakukan dengan tiga tahap yang mudah:
1. Listing kebutuhan Anda terkait pencarian bahan baku, bahan penunjang, bahan pemasaran, bahan administrasi, hingga bahan pendukung lain, beserta spesifikasi dan kuantitasnya.
2. Kirim listing tersebut dalam bentuk email kepada kami. (Anda dapat mengisi form di bawah)
3. Segera setelah itu, kami akan kembali dengan surat penawaran dari bahan yang Anda butuhkan.
Cukup tiga cara mudah dan gratis. Anda tidak perlu repot dan menghemat tenaga. Lihat saja di sini
Penjualan Baja Indonesia 2015 Diestimasi Rp 76,5 Triliun
Penjualan produk baja Indonesia ternyata cukup besar, pada 2015 ditaksir mencapai US$ 5,35 miliar atau Rp 76,5 triliun, turun dari posisi 2014 sebesar US$ 7,88 miliar atau Rp 112,6 triliun (kurs Rp 14.300/US$). Tim duniaindustri.com memperhitungkan nilai pasar baja Indonesia di 2015 dari prediksi volume pasar baja di Indonesia dengan harga rata-rata di dunia.
Volume pasar baja di Indonesia pada 2015 diperkirakan mencapai 15,3 juta ton, naik 7,7% dibanding tahun lalu 14,2 juta ton, menurut data Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA), Kementerian Perindustrian, dan PT BNI Securities.
Sedangkan harga baja dunia (baja canai panas/HRC yang menjadi patokan harga baja dunia) pada awal September 2015 mencapai US$ 340-US$ 350 per ton, menurut data Midle East Steel (mesteel.com). Harga baja dunia pada September 2015 turun 37%-38% dibanding periode yang sama tahun 2014 di kisaran US$ 545-US$ 555 per ton.
Duniaindustri.com menilai penurunan nilai pasar baja di Indonesia disebabkan pelemahan harga baja dunia. Meski secara volume penjualan baja di Indonesia naik, penurunan harga membuat nilai pasar menjadi lebih kecil.
World Steel Association menyatakan produksi baja di Indonesia berkisar antara 3,5–4,2 juta ton per tahun sepanjang 2005-2010. Dengan produksi sebesar itu, Indonesia menempati urutan ke-34 produsen baja terbesar di dunia.
Asosiasi Baja Dunia merekap data produksi baja dari 170 perusahaan baja skala besar, termasuk 18 dari 20 perusahaan baja terbesar di dunia. Data produksi baja dari Asosiasi Baja Dunia merepresentasikan 85% produksi baja global.
Pada tahun lalu, Kementerian Perindustrian memperkirakan produksi baja nasional diperkirakan mencapai 6-6,5 juta ton. Sehingga masih terjadi defisit pasokan baja di dalam negeri mencapai 3-3,5 juta ton. Defisit pasokan itu terpaksa harus dipenuhi dari impor.(*)
Sumber: di sini
Volume pasar baja di Indonesia pada 2015 diperkirakan mencapai 15,3 juta ton, naik 7,7% dibanding tahun lalu 14,2 juta ton, menurut data Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA), Kementerian Perindustrian, dan PT BNI Securities.
Sedangkan harga baja dunia (baja canai panas/HRC yang menjadi patokan harga baja dunia) pada awal September 2015 mencapai US$ 340-US$ 350 per ton, menurut data Midle East Steel (mesteel.com). Harga baja dunia pada September 2015 turun 37%-38% dibanding periode yang sama tahun 2014 di kisaran US$ 545-US$ 555 per ton.
Duniaindustri.com menilai penurunan nilai pasar baja di Indonesia disebabkan pelemahan harga baja dunia. Meski secara volume penjualan baja di Indonesia naik, penurunan harga membuat nilai pasar menjadi lebih kecil.
World Steel Association menyatakan produksi baja di Indonesia berkisar antara 3,5–4,2 juta ton per tahun sepanjang 2005-2010. Dengan produksi sebesar itu, Indonesia menempati urutan ke-34 produsen baja terbesar di dunia.
Asosiasi Baja Dunia merekap data produksi baja dari 170 perusahaan baja skala besar, termasuk 18 dari 20 perusahaan baja terbesar di dunia. Data produksi baja dari Asosiasi Baja Dunia merepresentasikan 85% produksi baja global.
Pada tahun lalu, Kementerian Perindustrian memperkirakan produksi baja nasional diperkirakan mencapai 6-6,5 juta ton. Sehingga masih terjadi defisit pasokan baja di dalam negeri mencapai 3-3,5 juta ton. Defisit pasokan itu terpaksa harus dipenuhi dari impor.(*)
Sumber: di sini
Senin, 08 Februari 2016
Penjualan Produk Home Care Tumbuh Paling Tinggi
Berbicara tentang barang konsumsi harian atau fast moving consumer goods (FMCG), penjualan produk rumah tangga (home care) tumbuh paling tinggi sepanjang 2015, baik menurut nilai maupun volume, menurut data Kantar Worldpanel. Sepanjang tahun lalu, penjualan produk home care tumbuh 5,3% secara nilai dan 7% secara volume, meski melambat dibanding 2014 yang tumbuh 17,6% secara nilai dan 10% secara volume.
Setelah produk home care, penjualan personal care (perawatan tubuh) tumbuh tertinggi kedua, dengan mencatatkan pertumbuhan 2% secara nilai dan 2,5% secara volume, juga melambat dibanding 2014 sebesar 14,2% secara nilai dan 3,2% secara volume.
Sementara penjualan produk makanan (foods), dairy, dan minuman (beverages) tercatat tumbuh minus. Penjualan makanan tumbuh -0,4% secara nilai dan -4,9% secara volume sepanjang 2015, sementara tahun sebelumnya tercatat tumbuh 14,4% secara nilai dan 2,9% secara volume. Penjualan produk dairy pada 2015 tumbuh -2,4% secara nilai dan -2,3% secara volume, sementara tahun sebelumnya tumbuh 17,8% secara nilai dan 6% secara volume. Demikian juga penjualan produk minuman hanya tumbuh 1,3% secara nilai sepanjang 2015 dan -3,1% secara volume, sementara tahun sebelumnya tumbuh 10,5% secara nilai dan 3,2% secara volume.
Pertumbuhan negatif tiga produk barang konsumsi harian (fast moving consumer goods/FMCG) itu disebabkan terdampak paling besar terhadap perlambatan ekonomi nasional.
Tumbuh Melambat
Secara total, pasar fast moving consumer goods (FMCG) di Asia, terutama Indonesia, diperkirakan tumbuh melambat pada tahun ini menjadi 4,6%, hanya separuh dari persentase pertumbuhan dalam dua tahun lalu (10% pada 2014 & 2013). Menurut data Kantar Worldpanel Indonesia–lembaga riset, perlambatan terjadi di semua subwilayah, Asia Utara, Asia Tenggara (terutama Indonesia), dan India.
Soon Lee, General Manager Kantar Worldpanel Indonesia, menjelaskan perlambatan tren pertumbuhan itu dipengaruhi pelemahan penjualan makanan dan minuman yang berkontribusi sekitar 60% dari belanja rumah tangga di Asia.
“Dibandingkan dengan tahun lalu, nilai pasar fast moving consumer goods di Indonesia, Thailand, dan Vietnam melambat secara tajam. Volume penjualan fast moving consumer goods hanya tumbuh 0,4% di Asia. Di sektor non-makanan tumbuh tercepat 3,8%,” paparnya dalam keterangan tertulis.
Nilai penjualan industri minuman Indonesia dan China melambat, sementara Malaysia menderita pertumbuhan negatif. Sementara penjualan industri makanan di sebagian besar negara-negara Asia melambat, kecuali Vietnam yang mengalami kontraksi. Untuk penjualan produk personal care, kategori perawatan pribadi, di China menunjukkan pertumbuhan positif.
Pertumbuhan tinggi masih terjadi di segmen produk home care. Penjualan segmen ini mencakup pelembut, sabun cuci piring, masih bisa tumbuh dua digit di Indonesia. Sementara penjualan susu tumbuh dua digit di China dan Filipina, namun terjadi kontraksi di kategori susu di India dan Malaysia.
Fast moving consumer goods mencakup barang-barang konsumsi yang dibutuhkan sehari-hari atau dibutuhkan secara berkala dalam periode waktu tertentu yang singkat. Barang konsumsi jenis itu mencakup produk-produk makanan (food), peralatan rumah tangga (household), dan perawatan tubuh (personal care). Berbeda dengan barang tahan lama (durable goods), barang-barang fast moving consumer goods memiliki umur simpan yang singkat, baik sebagai akibat dari permintaan konsumen tinggi maupun karena produk yang cepat rusak.
Pasar FMCG di Indonesia tumbuh rata-rata per tahun (compounded annual growth rate/CAGR) sebesar 16,6% periode 2004-2010, di tengah fluktuasi inflasi yang dapat menahan maupun menggerus daya beli masyarakat. Sementara periode 2011 hingga saat ini, pertumbuhan pasar diperkirakan sekitar 13%.
Lee menambahkan sejumlah produk FMCG diperkirakan masih dapat tumbuh digit ganda pada tahun ini seperti frozen food dan diapers. Berdasarkan riset Kantar Worldpanel pada tiga bulan terakhir terhadap 20.000 responden, produk siap minum (ready to drink product) seperti kopi siap minum, minuman isotonik, dan minuman energi mempunyai kontribusi volume paling besar untuk konsumsi di luar rumah.
Perusahaan riset itu menemukan hal yang menarik pada pola konsumsi di luar rumah pada setiap kelompok umur. Pada kelompok anak di bawah 10 tahun, preferensi kategori kelompok ini terutama susu cair, biskuit, dan es krim. Remaja usia 11-20 tahun terutama teh siap minum, biskuit, susu cair, dan es krim. Preferensi untuk dewasa usia 31-45 tahun terutama teh siap minum, air minum kemasan, dan isotonik. Sementara preferensi untuk dewasa di atas 45 tahun terutama teh siap minum, air minum kemasan, dan isotonik.(*)
Sumber: di sini
Setelah produk home care, penjualan personal care (perawatan tubuh) tumbuh tertinggi kedua, dengan mencatatkan pertumbuhan 2% secara nilai dan 2,5% secara volume, juga melambat dibanding 2014 sebesar 14,2% secara nilai dan 3,2% secara volume.
Sementara penjualan produk makanan (foods), dairy, dan minuman (beverages) tercatat tumbuh minus. Penjualan makanan tumbuh -0,4% secara nilai dan -4,9% secara volume sepanjang 2015, sementara tahun sebelumnya tercatat tumbuh 14,4% secara nilai dan 2,9% secara volume. Penjualan produk dairy pada 2015 tumbuh -2,4% secara nilai dan -2,3% secara volume, sementara tahun sebelumnya tumbuh 17,8% secara nilai dan 6% secara volume. Demikian juga penjualan produk minuman hanya tumbuh 1,3% secara nilai sepanjang 2015 dan -3,1% secara volume, sementara tahun sebelumnya tumbuh 10,5% secara nilai dan 3,2% secara volume.
Pertumbuhan negatif tiga produk barang konsumsi harian (fast moving consumer goods/FMCG) itu disebabkan terdampak paling besar terhadap perlambatan ekonomi nasional.
Tumbuh Melambat
Secara total, pasar fast moving consumer goods (FMCG) di Asia, terutama Indonesia, diperkirakan tumbuh melambat pada tahun ini menjadi 4,6%, hanya separuh dari persentase pertumbuhan dalam dua tahun lalu (10% pada 2014 & 2013). Menurut data Kantar Worldpanel Indonesia–lembaga riset, perlambatan terjadi di semua subwilayah, Asia Utara, Asia Tenggara (terutama Indonesia), dan India.
Soon Lee, General Manager Kantar Worldpanel Indonesia, menjelaskan perlambatan tren pertumbuhan itu dipengaruhi pelemahan penjualan makanan dan minuman yang berkontribusi sekitar 60% dari belanja rumah tangga di Asia.
“Dibandingkan dengan tahun lalu, nilai pasar fast moving consumer goods di Indonesia, Thailand, dan Vietnam melambat secara tajam. Volume penjualan fast moving consumer goods hanya tumbuh 0,4% di Asia. Di sektor non-makanan tumbuh tercepat 3,8%,” paparnya dalam keterangan tertulis.
Nilai penjualan industri minuman Indonesia dan China melambat, sementara Malaysia menderita pertumbuhan negatif. Sementara penjualan industri makanan di sebagian besar negara-negara Asia melambat, kecuali Vietnam yang mengalami kontraksi. Untuk penjualan produk personal care, kategori perawatan pribadi, di China menunjukkan pertumbuhan positif.
Pertumbuhan tinggi masih terjadi di segmen produk home care. Penjualan segmen ini mencakup pelembut, sabun cuci piring, masih bisa tumbuh dua digit di Indonesia. Sementara penjualan susu tumbuh dua digit di China dan Filipina, namun terjadi kontraksi di kategori susu di India dan Malaysia.
Fast moving consumer goods mencakup barang-barang konsumsi yang dibutuhkan sehari-hari atau dibutuhkan secara berkala dalam periode waktu tertentu yang singkat. Barang konsumsi jenis itu mencakup produk-produk makanan (food), peralatan rumah tangga (household), dan perawatan tubuh (personal care). Berbeda dengan barang tahan lama (durable goods), barang-barang fast moving consumer goods memiliki umur simpan yang singkat, baik sebagai akibat dari permintaan konsumen tinggi maupun karena produk yang cepat rusak.
Pasar FMCG di Indonesia tumbuh rata-rata per tahun (compounded annual growth rate/CAGR) sebesar 16,6% periode 2004-2010, di tengah fluktuasi inflasi yang dapat menahan maupun menggerus daya beli masyarakat. Sementara periode 2011 hingga saat ini, pertumbuhan pasar diperkirakan sekitar 13%.
Lee menambahkan sejumlah produk FMCG diperkirakan masih dapat tumbuh digit ganda pada tahun ini seperti frozen food dan diapers. Berdasarkan riset Kantar Worldpanel pada tiga bulan terakhir terhadap 20.000 responden, produk siap minum (ready to drink product) seperti kopi siap minum, minuman isotonik, dan minuman energi mempunyai kontribusi volume paling besar untuk konsumsi di luar rumah.
Perusahaan riset itu menemukan hal yang menarik pada pola konsumsi di luar rumah pada setiap kelompok umur. Pada kelompok anak di bawah 10 tahun, preferensi kategori kelompok ini terutama susu cair, biskuit, dan es krim. Remaja usia 11-20 tahun terutama teh siap minum, biskuit, susu cair, dan es krim. Preferensi untuk dewasa usia 31-45 tahun terutama teh siap minum, air minum kemasan, dan isotonik. Sementara preferensi untuk dewasa di atas 45 tahun terutama teh siap minum, air minum kemasan, dan isotonik.(*)
Sumber: di sini
Kamis, 04 Februari 2016
Peranan Data Industri Dalam Mendukung Ekspansi Bisnis
Di setiap lini usaha, mulai dari pembelian bahan baku, pencarian vendor, proses pengolahan, marketing, distribusi, ekspor-impor, semua membutuhkan data, analisis, kajian, dan riset. Bahkan, persaingan pasar juga membutuhkan data, analisis, dan riset untuk mengintip kekuatan-kelemahan pesaing (market intelligence), mempelajari strategi kompetitor, mengakuisisi pelanggan, mempertahankan pangsa pasar, edukasi pasar, edukasi konsumen, brand identity, brand awareness, dan lainnya.
Di era globalisasi dan digitalisasi seperti sekarang, data sudah dianggap sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan secara profesional. Seluruh rantai bisnis industri (supply-demand chain) membutuhkan data untuk dapat mengambil keputusan yang tepat dan efisien.
Namun, di Indonesia sering terjadi pencarian data, analisis, dan riset sulit dilakukan karena terbatasnya akses informasi, ruang publik, ekosistem yang belum berkembang, serta ketiadaan forum/ajang interaksi jual-beli data. Karena itu, tidak heran, harga (nilai) sebuah data dapat melambung tinggi karena keterbatasan pasokan, sementara kebutuhan tergolong tinggi.
Karena itu, Duniaindustri.com memperkenalkan fitur terbaru yakni download database industri aktual. Lebih dari 100 database industri dari berbagai sektor industri manufaktur (tekstil, agro, kimia, makanan-minuman, elektronik, farmasi, otomotif, rokok, semen, perkapalan, dan lainnya), komoditas, pertanian, perkebunan, sumber daya mineral, logistik, infrastruktur, properti, perbankan, reksadana, media, consumer, hingga makro-ekonomi.
Indeks Data Industri yang bisa didownload:
Data dan Outlook Industri Batubara 2011-2030
Data dan Outlook Industri Semen 2003-2019
Data dan Outlook Industri Rokok 2005-2016
Data dan Outlook Industri Petrokimia 2009-2016
Data dan Outlook Transportasi, Logistik, dan Infrastruktur 2009-2019
Data Industri Minimarket, Supermarket, Hypermarket, dan Modern Trade di Indonesia 2012-2015
Data dan Outlook Industri Oleokimia dan Biodiesel 2015-2016
Data dan Outlook Industri Consumer Goods 2016
Tren Fashion dan Data Industri Tekstil
Data industri sepeda motor dan velg motor di Indonesia
Outlook Industri Otomotif 2016-2018
Outlook Industri CPO 2016
Data Pasar Surat Utang di Indonesia dan ASEAN
Data Kejatuhan Harga Komoditas Ekspor Indonesia dan Depresiasi Rupiah
Data Investasi, Insentif, serta Kawasan Ekonomi Khusus Perkebunan Sawit 2010-2015
Data Luas Lahan Sawit, Produksi, serta Ekspor CPO 2009-2015
Data dan Analisis Industri Elektronik Menghadapi ASEAN Community
Data dan Analisis Industri Pakan Ternak dan Perunggasan 2007-2017
Data dan Analisis Industri Baja Periode 2000-2014
Data Investasi Baru, Kapasitas, serta Tren Penjualan Semen 2013-2017
Data Market Insight Private Equity di Asia Tenggara
Data Hilirisasi Industri Sawit, dari Regulasi hingga Persebaran Investasi
Data Sumberdaya Batubara, Tren Harga, serta Biaya Produksi per Ton
Data Industri Semen di Asia Tenggara, Pangsa Pemain, dan Pertumbuhan Pasar
Data Industri Properti dan Perbandingan Harga di Indonesia
Data Industri Perbankan, Reksadana, Asuransi, dan Multifinance di Indonesia
Data Industri Televisi Berlangganan di Indonesia
Data Industri Media dan Belanja Iklan di Indonesia
Data Industri Angkutan Darat (Taksi) di Indonesia
Data Tingkat Kepemilikan dan Minat Beli Mobil di Indonesia
Data Energi Terbarukan (Sawit dan Biofuel) Indonesia
Data Perkebunan Sawit dan Produsen Hilir Terbesar Dunia
Data Outlook Pasar Minyak Nabati China
Data Perubahan Iklim Terkait Sektor Perkebunan di Indonesia
Data Outlook Sektor Transportasi dan Logistik 2014-2018
Data Pasokan dan Permintaan Batubara Termal Global
Data Pasar Minimarket dan Restoran Cepat Saji di Indonesia
Data Produksi, Defisit Pasokan, serta Harga Timah
Data Penjualan Per Merek Mobil
Data dan Analisis Outlook Industri Otomotif
Data dan Analisis Penjualan Motor dan Mobil (LCGC)
Data Strategi Pengembangan Sawit dan Batubara di Indonesia
Data Industri Perkapalan Indonesia
Data Penjualan Mobil Per Segmen Kendaraan
Data Produksi, Ekspor, dan Investasi 15 Komoditas Utama Indonesia
Data Komprehensif Industri Otomotif dan Kebijakan Pemerintah
Data Tren Harga dan Produksi Minyak Nabati Utama
Data Keseimbangan Pasokan-Kebutuhan Sawit dan Dampaknya ke Harga
Data Komprehensif Industri Biofuels dan Produk Hilir CPO
Data Industri Petrokimia, Kimia Dasar, dan Logam Dasar
Data Daya Saing Industri Indonesia di Asean Community 2015
Data Prospek Investasi dan Kebutuhan Lahan Kawasan Industri
Data Industri Makanan-Minuman dan Program Hilirisasi
Data Komprehensif Sasaran, Fokus, dan Kinerja Industri Pengolahan
Data Komprehensif Industri Baja di Indonesia
Data Peranan Industri Sawit sebagai Penghasil Devisa Ekspor
Data Daya Saing Industri dilihat dari Sistem Logistik Nasional
Data Segmentasi dan Jumlah Konsumen Kelas Menengah di Indonesia (2012-2030)
Data Industri Batubata (Brick) di Indonesia dan Malaysia
Data Investasi Infrastruktur, Proyek Pembangunan Pelabuhan, Jalan, Bandara, Kereta Api di Indonesia
Data Masterplan Konektivitas Nasional (2010-2030)
Data Konsumsi dan Impor Susu di Indonesia (periode lima tahun terakhir)
Data Komparasi Konsumsi Semen dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (10 tahun terakhir)
Data Produksi dan Ekspor-Impor Industri Aneka
Data Komprehensif Industri Farmasi Indonesia (Periode Lima Tahun Terakhir)
Data Komprehensif Sistem Logistik Nasional (Sislognas) Indonesia
Data Komprehensif Industri Tekstil Indonesia (periode tiga tahun terakhir)
Data Top 20 Produsen Obat Generik di Indonesia
Data Pasar Kosmetik Indonesia (periode empat tahun terakhir)
Data Volume dan Nilai Ekspor CPO, Tarif Bea Keluar, HPE
Data Omzet dan Top 10 Player Industri Makanan-Minuman
Data Pasar Alat Kesehatan di Asia Pasifik
Data Produksi dan Utilisasi 4 Produsen Kertas Terbesar di Indonesia
Data Pangsa Pasar Top 10 Perusahaan Benang dan Serat
Data Industri Alat Musik, Mainan, dan Perhiasan
Data Permintaan Baja di Indonesia (sepuluh tahun terakhir)
Strategi Ekspansi dan Kapasitas Produksi BUMN Semen Terbesar
Data Produksi Gula, Tebu, dan Area Lahan
Data Buyer Agent Tekstil Terbesar dan Representative Office di Indonesia
Data Jumlah Kendaraan Bermotor, dan Panjang Jalan di Indonesia
Data Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Jenis
Data Pangsa Pasar Lima Produsen Ban di Indonesia
Data Produksi dan Ekspor-Impor Industri Aneka
Data Penjualan dan Pangsa Pasar 4 Perusahaan Rokok Terbesar
Data Pasar Farmasi di Asia Pasifik
Data Belanja Alat Kesehatan di Indonesia
Data Kapasitas dan Utilisasi Industri Aneka
Kajian Komprehensif Tiga Pemimpin Pasar Semen Indonesia
Kajian Komprehensif Industri Kertas di Indonesia
Data Produksi dan Pangsa Pasar 4 Pemimpin Pasar Baja Canai Panas.(*)
Sumber: di sini
Di era globalisasi dan digitalisasi seperti sekarang, data sudah dianggap sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan secara profesional. Seluruh rantai bisnis industri (supply-demand chain) membutuhkan data untuk dapat mengambil keputusan yang tepat dan efisien.
Namun, di Indonesia sering terjadi pencarian data, analisis, dan riset sulit dilakukan karena terbatasnya akses informasi, ruang publik, ekosistem yang belum berkembang, serta ketiadaan forum/ajang interaksi jual-beli data. Karena itu, tidak heran, harga (nilai) sebuah data dapat melambung tinggi karena keterbatasan pasokan, sementara kebutuhan tergolong tinggi.
Karena itu, Duniaindustri.com memperkenalkan fitur terbaru yakni download database industri aktual. Lebih dari 100 database industri dari berbagai sektor industri manufaktur (tekstil, agro, kimia, makanan-minuman, elektronik, farmasi, otomotif, rokok, semen, perkapalan, dan lainnya), komoditas, pertanian, perkebunan, sumber daya mineral, logistik, infrastruktur, properti, perbankan, reksadana, media, consumer, hingga makro-ekonomi.
Indeks Data Industri yang bisa didownload:
Data dan Outlook Industri Batubara 2011-2030
Data dan Outlook Industri Semen 2003-2019
Data dan Outlook Industri Rokok 2005-2016
Data dan Outlook Industri Petrokimia 2009-2016
Data dan Outlook Transportasi, Logistik, dan Infrastruktur 2009-2019
Data Industri Minimarket, Supermarket, Hypermarket, dan Modern Trade di Indonesia 2012-2015
Data dan Outlook Industri Oleokimia dan Biodiesel 2015-2016
Data dan Outlook Industri Consumer Goods 2016
Tren Fashion dan Data Industri Tekstil
Data industri sepeda motor dan velg motor di Indonesia
Outlook Industri Otomotif 2016-2018
Outlook Industri CPO 2016
Data Pasar Surat Utang di Indonesia dan ASEAN
Data Kejatuhan Harga Komoditas Ekspor Indonesia dan Depresiasi Rupiah
Data Investasi, Insentif, serta Kawasan Ekonomi Khusus Perkebunan Sawit 2010-2015
Data Luas Lahan Sawit, Produksi, serta Ekspor CPO 2009-2015
Data dan Analisis Industri Elektronik Menghadapi ASEAN Community
Data dan Analisis Industri Pakan Ternak dan Perunggasan 2007-2017
Data dan Analisis Industri Baja Periode 2000-2014
Data Investasi Baru, Kapasitas, serta Tren Penjualan Semen 2013-2017
Data Market Insight Private Equity di Asia Tenggara
Data Hilirisasi Industri Sawit, dari Regulasi hingga Persebaran Investasi
Data Sumberdaya Batubara, Tren Harga, serta Biaya Produksi per Ton
Data Industri Semen di Asia Tenggara, Pangsa Pemain, dan Pertumbuhan Pasar
Data Industri Properti dan Perbandingan Harga di Indonesia
Data Industri Perbankan, Reksadana, Asuransi, dan Multifinance di Indonesia
Data Industri Televisi Berlangganan di Indonesia
Data Industri Media dan Belanja Iklan di Indonesia
Data Industri Angkutan Darat (Taksi) di Indonesia
Data Tingkat Kepemilikan dan Minat Beli Mobil di Indonesia
Data Energi Terbarukan (Sawit dan Biofuel) Indonesia
Data Perkebunan Sawit dan Produsen Hilir Terbesar Dunia
Data Outlook Pasar Minyak Nabati China
Data Perubahan Iklim Terkait Sektor Perkebunan di Indonesia
Data Outlook Sektor Transportasi dan Logistik 2014-2018
Data Pasokan dan Permintaan Batubara Termal Global
Data Pasar Minimarket dan Restoran Cepat Saji di Indonesia
Data Produksi, Defisit Pasokan, serta Harga Timah
Data Penjualan Per Merek Mobil
Data dan Analisis Outlook Industri Otomotif
Data dan Analisis Penjualan Motor dan Mobil (LCGC)
Data Strategi Pengembangan Sawit dan Batubara di Indonesia
Data Industri Perkapalan Indonesia
Data Penjualan Mobil Per Segmen Kendaraan
Data Produksi, Ekspor, dan Investasi 15 Komoditas Utama Indonesia
Data Komprehensif Industri Otomotif dan Kebijakan Pemerintah
Data Tren Harga dan Produksi Minyak Nabati Utama
Data Keseimbangan Pasokan-Kebutuhan Sawit dan Dampaknya ke Harga
Data Komprehensif Industri Biofuels dan Produk Hilir CPO
Data Industri Petrokimia, Kimia Dasar, dan Logam Dasar
Data Daya Saing Industri Indonesia di Asean Community 2015
Data Prospek Investasi dan Kebutuhan Lahan Kawasan Industri
Data Industri Makanan-Minuman dan Program Hilirisasi
Data Komprehensif Sasaran, Fokus, dan Kinerja Industri Pengolahan
Data Komprehensif Industri Baja di Indonesia
Data Peranan Industri Sawit sebagai Penghasil Devisa Ekspor
Data Daya Saing Industri dilihat dari Sistem Logistik Nasional
Data Segmentasi dan Jumlah Konsumen Kelas Menengah di Indonesia (2012-2030)
Data Industri Batubata (Brick) di Indonesia dan Malaysia
Data Investasi Infrastruktur, Proyek Pembangunan Pelabuhan, Jalan, Bandara, Kereta Api di Indonesia
Data Masterplan Konektivitas Nasional (2010-2030)
Data Konsumsi dan Impor Susu di Indonesia (periode lima tahun terakhir)
Data Komparasi Konsumsi Semen dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (10 tahun terakhir)
Data Produksi dan Ekspor-Impor Industri Aneka
Data Komprehensif Industri Farmasi Indonesia (Periode Lima Tahun Terakhir)
Data Komprehensif Sistem Logistik Nasional (Sislognas) Indonesia
Data Komprehensif Industri Tekstil Indonesia (periode tiga tahun terakhir)
Data Top 20 Produsen Obat Generik di Indonesia
Data Pasar Kosmetik Indonesia (periode empat tahun terakhir)
Data Volume dan Nilai Ekspor CPO, Tarif Bea Keluar, HPE
Data Omzet dan Top 10 Player Industri Makanan-Minuman
Data Pasar Alat Kesehatan di Asia Pasifik
Data Produksi dan Utilisasi 4 Produsen Kertas Terbesar di Indonesia
Data Pangsa Pasar Top 10 Perusahaan Benang dan Serat
Data Industri Alat Musik, Mainan, dan Perhiasan
Data Permintaan Baja di Indonesia (sepuluh tahun terakhir)
Strategi Ekspansi dan Kapasitas Produksi BUMN Semen Terbesar
Data Produksi Gula, Tebu, dan Area Lahan
Data Buyer Agent Tekstil Terbesar dan Representative Office di Indonesia
Data Jumlah Kendaraan Bermotor, dan Panjang Jalan di Indonesia
Data Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Jenis
Data Pangsa Pasar Lima Produsen Ban di Indonesia
Data Produksi dan Ekspor-Impor Industri Aneka
Data Penjualan dan Pangsa Pasar 4 Perusahaan Rokok Terbesar
Data Pasar Farmasi di Asia Pasifik
Data Belanja Alat Kesehatan di Indonesia
Data Kapasitas dan Utilisasi Industri Aneka
Kajian Komprehensif Tiga Pemimpin Pasar Semen Indonesia
Kajian Komprehensif Industri Kertas di Indonesia
Data Produksi dan Pangsa Pasar 4 Pemimpin Pasar Baja Canai Panas.(*)
Sumber: di sini
Langganan:
Postingan (Atom)