PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), emiten perkebunan kelapa sawit, memperbesar porsi anggaran belanja modal (capex) 2016 seiring perkiraan kenaikan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dalam tiga tahun ke depan di kisaran Rp7.000-7.200 per kilogram. Kenaikan belanja modal itu sebagai strategi ekspansi lanjutan setelah perseroan melakukan akuisisi pada 2015 untuk memperbesar lahan.
Presiden Direktur Sawit Sumbermas Rimbun Situmorang mengatakan, tahun ini pihaknya menyiapkan capex senilai US$ 50 juta. “Sebesar US$ 35 juta untuk akuisisi kebun baru dan sebesar US$ 15 juta untuk maintenance kebun yang ada,” katanya.
Dia mengungkapkan, saat ini perseroan tengah mencari peluang untuk dapat mengakuisisi kebun muda maksimal berumur tujuh tahun. “Kami akan mencari kebun di sekitar kebun kami atau paling tidak ada di Kalimantan Tengah. Supaya biaya kontrolnya lebih murah,” ucapnya.
Rimbun menyebutkan, pada 2015 perseroan mengakuisisi perkebunan PT Menteng Kencana Mas dan PT Mirza Pratama Putra, sehingga saat ini SSMS memiliki total lahan mencapai 99.618 hektare, dengan area tertanam seluas 66.693 hektare.
Pada tahun ini, produksi tandan buah segar (TBS) perseroan diperkirakan mencapai 1,5 juta ton. “Target produksi bisa tumbuh 10 persen di tahun ini,” ujar Rimbun.
Sejauh ini Sawit Sumbermas mengoperasikan enam pabrik kelapa sawit (PKS) dengan utilisasi sebesar 75%. Artinya, rata-rata operasional mesin-mesin pabrik tersebut mengolah 375 ton TBS per jam selama 20 jam per hari dan 300 hari per tahun.
“Kami tidak bisa mengoperasikan mesin hingga 100 persen. Sebesar 75 persen itu sudah optimal. Bahkan, sebelum terjadi kerusakan mesin, kami juga sudah menyiapkan mesin pabrik yang lain. Kapasitas produksi CPO kami 283 ribu ton per tahun,” paparnya.
Dia mengaku, penurunan harga CPO global tidak berpengaruh besar terhadap kinerja perseroan yang berorietasi memenuhi kebutuhan pasar domestik. “El nino di 2015 atau pun la nina di 2016 yang justru mengganggu kami. Apakah CPO turun, lalu harga Bimoli (merek minyak goreng) juga turun?” imbuhnya.
Rimbun mengungkapkan, fenomena el nino telah berdampak pada penurunan produksi berkisar 5%-15%. “Penurunan harga CPO sebesar 16 persen tidak berdampak secara operasional, tetapi memang secara revenue berkurang,” ujar Rimbun.
Pada dasarnya, jelas dia, penurunan harga CPO global telah mengganggu kinerja seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit. “Tetapi, selama ini kami bisa me-maintenance biaya operasional. Karena, kebun kami berada di satu hamparan, sedangkan kebun orang lain terpisah-pisah,” ucapmya.
Direktur Sawit Sumbermas Harry M Nadir memperkirakan, dalam kurun tiga tahun ke depan harga CPO akan mengalami kenaikan rata-rata hingga Rp7.200 per kilogram. “Kisaran kami di Rp7.000-7.200/kg. Tetapi, range tersebut tergantung dari fluktuasi rupiah,” jelasnya.
Harry menyebutkan, kajian SSMS terkait potensi penguatan harga CPO tersebut mengacu pada pertimbangan kurs rata-rata rupiah di 2016 sebesar Rp13.800 per dollar AS. “Range perkiraan harga CPO itu kami dasari pada asumsi di APBN 2016,” ucapnya.
Dia menambahkan, guna mendukung penguatan harga CPO, saat ini SSMS bersama dengan induk PT Citra Borneo Indah tengah membangun pabrik pengolahan senilai US$60 juta. Nantinya, kapasitas produksi pabrik mencapai 2.500 ton olein/hari dan 1.000 ton biodiesel/hari.
“Sebesar 100% TBS yang kami produksi akan masuk ke pabrik ini dan diharapkan bisa beroperasi pada 2017, sekarang masih tahap konstruksi. Penyertaan kami di hilir sebesar 18,6% dari belanja modal,” jelas Harry.
Menurut dia, pihaknya mengapresiasi kebijakan pemerintah terkait biodiesel berkadar campuran CPO sebesar 20 persen (B20). “Kebijakan B20 dari pemerintah itu merupakan peluang bagi industri sawit,” katanya.(*)
Sumber: di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar